99 resultados para Kali macrodon


Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Species richness and faunistic affinities of gammaridean and corophiidean amphipods from southern Tierra del Fuego were studied. The material was collected with dredges and grabs at 7 locations (15 sampling stations) in a range of 5 to 35 m depth. A total of 61 species belonging to 20 families and 43 genera were identified. The genera Cephalophoxoides, Ceradocopsis and Photis are reported for the first time from the Magellan region and 3 species belonging to Atyhts, hchyrocerus and Photis appear to be new to science. Most of the species collected belong to Phoxocephalidae, whereas most individuals were contained in the Stenothoidae and Lysianassidae s.l. The analysis of the faunistic affinities showed that 16 species (39%) are endemic to the Magellan region, 9 species (22%) extend to the south, 5 species (12.2%) to the north and 5 other species (12.2%) to both the north and south. In addition, 6 species extend beyond the Magellan region as far as Oceania.

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

The Lesser Himalayan fold-thrust belt on the south flank of the Jajarkot klippe in west central Nepal was mapped in detail between the Main Central thrust in the north and the Main Boundary thrust in the south. South of the Jajarkot klippe, the fold-thrust belt involves sandstone, shale and carbonate rocks that are unmetamorphosed in the foreland and increase in metamorphic grade with higher structural position to sub-greenschist facies towards the hinterland. The exposed stratigraphy is correlative with the Proterozoic Ranimata, Sangram, Galyang, Syangia Formations and Lakharpata Group of Western Nepal and overlain by the Paleozoic Tansen and Kali Gandaki Groups. Based on field mapping and cross-section construction, three distinct thrust sheets were identified separated by top-to-the-south thrust faults. From the foreland (south) to the hinterland (north), the first thrust sheet in the immediate hanging wall of the Main Boundary thrust defines an open syncline. The second thrust sheet contains a very broad synformal duplex, which is structurally stacked against the third thrust sheet containing a homoclinal panel of the oldest exposed Proterozoic stratigraphy. Outcrop scale folds throughout the study area are predominantly south vergent, open, and asymmetric reflecting the larger regional scale folding style, which corroborate the top-to-the-south deformation style seen in the faults of the region. Field techniques were complemented with microstructural and quartz crystallographic c-axis preferred orientation analyses using a petrographic microscope and a fabric analyzer, respectively. Microstructural analysis identified abundant strain-induced recrystallization textures and occasional occurrences of top-to-the-south shear-sense indicators primarily in the hinterland rocks in the immediate footwall of the Main Central Thrust. Top-to-the-south shearing is also supported by quartz crystallographic c-axis preferred orientations. Quartz recrystallization textures indicate an increase in deformation temperature towards the Main Central thrust. A line balance estimate indicates that approximately 15 km of crustal shortening was accommodated by folding and faulting in the fold-thrust belt south of the Jajarkot klippe. Additionally, estimations of shortening velocity suggest that the shortening velocity operating in this section of the fold-thrust belt between 23 to 14 Ma was slower than what is currently observed as a result of the ongoing deformation of the Sub-Himalayan fold-thrust belt.

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara konsentrasi progesteron dan estrogen selama kebuntingan dengan bobot lahir pada domba ekor tipis.  Tiga puluh sembilan domba bunting digunakan dalam penelitian ini. Domba percobaan disuntik PGF2α dua kali secara intra muskuler dengan interval sebelas hari.  Satu-dua hari setelah penyuntikan terakhir domba percobaan dikawinkan secara alami melalui perkawinan kelompok.  Sampel darah diambil setiap bulan (0 – 5 bulan) selama periode kebuntingan untuk menentukan konsentrasi progesterone dan estrogen.  Bobot lahir anak ditimbang sekitar 12 jam setelah kelahiran.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak sekelahiran, konsentrasi progesterone dan estradiol serum induk pada bulan kedua kebuntingan secara positif berkorelasi dengan bobot lahir anak.  Disimpilkan bahwa semakin tinggi konsentrasi progesterone dan estradiol selama kebuntingan akan semakin tinggi total bobot lahir anak.  Disarankan bahwa peningkatan konsentrassi progesterone dan estradiol selama kebuntingan dapat memperbaiki pertumbuhan prenatal dan bobot lahir. (Animal Production 6(1): 49-55 (2004) Key Words: Progesteron, Estradiol,  Bobot Lahir, Kebuntingan, Domba

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Abstract. The effect of three forms of complete feed blocks (CFB) for dairy cattle was evaluated. The form of various CFB were cube, cylinder and ball.  The CFB was prepared from napier grass specific tolerance acid soils and concentrate in 50:50 ratio.  The research used experimental method with randomized block design.   Sixteen dairy cattle were used in this experiment.  There were four treatments and four replications used in this experiment.  The treatments consisted of R0= control ration, R1= cube CFB, R2= cylinder CFB and R3= ball CFB.  The treatment feeds were fed twice a day, at 6.00 am and 15.00 pm.  The amount of morning ration 34 kg of fresh napier grass and 5 kg of concentrate for the control ration, and the same amount of ration was also given in the afternoon feeding, therefore, the daily total fresh forage was 68 kg and concentrate was 10 kg.  Before feeding the forage was chopped in 5 cm length.  The complete feed block for the dairy cows was 10 kg for the morning ration and 10 kg for the afternoon ration, therefore, the daily total complete feed block was 20 kg.  The drinking water was available adlibitum.  The preliminary period was conducted for 2 weeks and data collection were conducted for 5 day of the end of study. The variables measured were dry matter and organic matter intake, dry matter digestibility and milk production.  These results showed that the control ration significantly affected with  ration all CFB form on dry matter and organic matter intake but did not significantly affect the dry matter digestibility and milk production. Key words : dairy cttle, complete feed block Abstrak.Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh tiga pakan komplit bentuk cetak yaitu bentuk kubus, silinder dan bola yang diberikan pada sapi perah.   Pakan komplit bentuk cetak dibuat dari hijauan rumput gajah yang spesifik toleran tanah masam yang telah digiling dan bahan konsentrat dengan perbandingan 50:50.  Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok.  Enam belas ekor sapi perah dikelompokkan menjadi 4 dengan 4 ulangan.  Empat perlakuan yang dicobakan yaitu R0= ransum kontrol, R1= pakan komplit cetak bentuk kubus, R2= pakan komplit cetak bentuk silinder, dan R3= pakan komplit cetak bentuk bola. Pakan perlakuan diberikan dua kali sehari pagi pukul 06.00 dan sore 15.00.  Jumlah pakan  yang diberikan pada sapi perah kontrol pagi sebanyak 34 kg rumput gajah segar dan 5 kg konsentrat demikian juga pemberian yang sama pada sore hari sehingga jumlah hijauan segar yang diberikan kepada ternak 68 kg dan konsentrat 10 kg.  Rumput gajah yang diberikan sudah dipotong-potong terlebih dahulu dengan panjang 5 cm.  Jumlah pakan komplit cetak untuk sapi perah perlakuan yang diberikan pagi jumlahnya sama dengan pemberian sore masing-masing sebanyak 10 kg sehingga jumlah pakan komplit cetak yang diberikan 20 kg.  Air minum diberikan adlibitum.  Periode preliminary dilakukan selama 2 minggu dan koleksi data dilakukan selama 5 hari periode akhir percobaan.  Variabel yang diamati adalah konsumsi bahan kering dan bahan organik pakan, kecernaan bahan kering pakan dan produksi susu.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ransum kontrol beda nyata dengan semua bentuk pakan komplit cetak pada konsumsi bahan kering dan bahan organik, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan  kecernaan bahan kering dan produksi susu. Kata kunci : sapi perah, pakan komplit bentuk cetak

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Abstract. This study was aimed to determine and compare the dry matter yield and nutrient content of Indigofera and Leucaena grown in peatland. This experiment was conducted in peatland type soil (type sapric) in Pekanbaru city, DM yield and nutrient contents data were analyzed by 2x3 factorial design with 3 replication. Two treatments compared were Indigofera zollingeriana (Indigofera) and Leucaena leucocephala (Leucaena). Indigofera was proven significantly higher than Leucaena in all harvest regarding dry matter (DM) of leaf and stem of 29.9% and 25%, respectively, crude protein (CP) of 23.1% and 17.6%, respectively. While neutral detergent fibre (NDF) and acid detergent fibre (ADF) content of Indigofera leaf (35.9% and 25.1%, respectively) was significantly lower than those of Leucaena leaf (40.9% and 29.3%, respectively). It was concluded that the production and nutritive value of Indigofera zollingeriana was superior to Leucaena leucocephala in peatland (type sapric). Key words: Legume tree, Sapric, nutrient content, In vitro digestibiliy              Abstrak.  Penelitian ini bertujuan menentukan dan membandingkan bahan kering dan kandungan nutrisi Indigofera dan Leucaena yang tumbuh di lahan gambut. Percobaan ini dilakukan di lahan gambut di Pekanbaru menggunakan pola faktorial 2x3 dengan ulangan 3 kali. Dua perlakuan yang dibandingkan adalah Indigofera zollingeriana (Indigofera) dan Leucaena leucocephala (Leucaena). Indigofera terbukti secara nyata lebih tinggi daripada Leucana di semua periode panen, berkaitan dengan kandungan BK (bahan kering) daun dan batang berturut-turut 29,9% dan 25%, dan protein kasar (PK) 23,1% dan 17,6%. sedangkan neutral detergent fibre (NDF) dan acid detergent fibre (ADF) daun indigofera berturut-turut 35,9% dan 25,1%, lebih rendah secara nyata daripada daun Leucaena, yaitu 40,9% dan 29,3%. Disimpulkan bahwa produksi dan nilai nutrisi Indigofera zollingeriana lebih tinggi dari Leucaena leucocephala di lahan gambut (jenis saprik) Kata kunci: Pohon legume, Saprik, Kandungan Nutrisi, Kecernaan in vitro

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kandungan lemak dan kolesterol abon daging sapi dan kerbau antar umur ternak. Sampel daging diambil pada bagian paha belakang (rump) dari sapi jantan, kerbau jantan dan kerbau betina yang dipotong di RPH Pemalang. Ternak dibedakan atas umur muda dan tua dengan 4 (empat) kali ulangan. Peubah yang diamati adalah kandungan lemak dan kolesterol. Data yang terkumpul dianalisis ragam dengan pola tersarang (Nested Classification), sebagai grup adalah jenis ternak (sapi jantan, kerbau jantan dan kerbau betina). Sub grup adalah antar umur dalam jenis ternak (muda dan tua). Anlisis ragam menunjukkan kandungan lemak antar jenis ternak menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) sedangkan antar umur ternak menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01). Pada kandungan kolesterol, menunjukkan antar jenis ternak tidak berbeda nyata. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan lemak dan kolesterol abon daging sapi dan kerbau tidak menunjukkan perbedaan sehingga daging kerbau dapat digunakan sebagai alternatif penyediaan abon daging. (Animal Production 5(2): 69-72 (2003) Kata Kunci : Lemak, Kolesterol, Sapi, Kerbau

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Penelitian dengan judul “Pengaruh Pembatasan  Pakan dan Exercise terhadap Pertumbuhan Domba Merino” dilakukan untuk mempelajari perubahan bobot badan dan komposisi tubuh selama periode pembatasan pakan dan kerja (exercise) yang kemudian diikuti oleh pemberian pakan secara adlibitum dan berhenti bekerja.penelitian ini terdiri dari dua periode.Pada periode pertama, 1,5 ekor Domba Merino kastrasi umur 4-5 bulan dibagi menjadi tiga perlakuan ,yaitu pembatasan pakan dan exercise selama 2,50 jam (perlakuan I), pembatasan pakan tanpa Exercise (perlakuan II), serta pemberian pakan secara ad libitum tanpa Exercise (perlakuan III), yang masing-masing perlakuan diulang lima kali. Pada periode kedua ,semua domba diberi pakan ad libitum tanpa exercise. Hasil penelitian menunjukankan bahwa pada akhir penelitian periode pertama ,domba dalam perlakuan satu I dan perlakuan II mengalami penurunan bobot badan sebesar 28 dan 27 persen dari bobot badan awal. Selama periode kedua, domba dalam perlakuan I dan perlakuan II tumbuh lebih cepat dari pada domba perlakuan III. Pada akhir periode pertama, domba dalam perlakuan I kehilangan lemak lebih banyak dari pada perlakuan II.Selama periode ke dua ,penimbunan protein pada perlakuan I dan II lebih cepat dibanding  perlakuan III. Domba pada perlakuan III mengalami penimbunan lemak lebih banyak dari pada perlakuan I dan II. Domba pada perlakuan I dan II selama periode ke dua mempunyai kemampuan makan lebih tinggi per kilogram bobot badan metabolis dibanding domba pada perlakuan III. (Animal Production 2(1): 18-24 (2000)Kata kunci: pembatasan pakan , komposisi tubuh , kemampuan makan, pertumbuhan.

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Abstract. The objective of this research was to evaluate the hydrolyzed chicken feather based on pepsin digestibility and nutrient content, after physico-chemical and biological process. It was carried out by experimental methods at feed and nutrition laboratory. The treatments were hydrolyzed feather meals immersed in 0.5% NaOH and Na2S solution for 0, 2, 4, 6 and 8 hours, each treatment was repeated three times. The results showed that chemical treatment (NaOH-Na2S) in various time of incubation at 60oC followed by fermentation using Bacillus sp. MTS at 37oC for four days decreased the protein of hydrolyzed feather (78.88 to 73.06%), but increased the keratin fiber (1.9 to 3.26%). Pepsin digestibility informed that the increasing incubation time from 0, 2, 4, 6 to 8 hours resulted in higher solubility than that of control (30.2% at 8 hours vs 15.4% at 0 hours). Processing chicken feather  by  0.5% NaOH and Na2S solution at 60oC for 6 hours followed by fermentation increased the value of pepsin digestibility.  Key words: hydrolyzed, Bacillus sp. MTS, feather, solubility Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas nutrien tepung bulu ayam hasil proses hidrolisis secara fisiko-kimia dan biologis menggunakan Bacillus sp. MTS. Metode eksperimental digunakan dalam penelitian yang menggunakan dua tahap proses hidrolisis yaitu tahap 1: setelah perebusan bulu dalam larutan NaOH maka bulu direndam dalam larutan  0.5% NaOH dan Na2S pada 600C dan tahap 2: fermentasi bulu selama empat hari pada suhu 370C. Perlakuan berupa waktu inkubasi yaitu 0, 2, 4, 6 dan 8 jam diterapkan pada tahap kedua dengan ulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan fisiko-kimia yang dilanjutkan fermentasi menggunakan bakteri spesifik penghasil enzim-enzim pendegradasi keratin bulu menurunkan kadar  protein tepung bulu  (78,88% menjadi 73,06%) dan meningkatkan kadar serat tepung bulu (1,9 menjadi 3,26%). Uji kelarutan protein tepung bulu dalam pepsin menginfromasikan bahwa proses tahap 1 menghasilkan nilai kelarutan protein tepung bulu yang meningkat dua kali dibanding kontrol (30,2% pada 8 jam vs 15,4% pada 0 jam inkubasi) atau enam kali dibanding tepung bulu tanpa hidrolisis (5%). Pengolahan bulu ayam menggunakan cara pemanasan, perendaman dalam larutan NaOH dan Na2S selama 6 jam pada 600C serta fermentasi menghasilkan tepung bulu dengan daya larut dalam pepsin  lebih baik dibanding tanpa pengolahan.  Kata kunci: hidrolisis, tepung-bulu, Bacillus sp. MTS, kelarutan