97 resultados para INI
Resumo:
Penelitian dengan judul “Pengaruh Pembatasan Pakan dan Exercise terhadap Pertumbuhan Domba Merino†dilakukan untuk mempelajari perubahan bobot badan dan komposisi tubuh selama periode pembatasan pakan dan kerja (exercise) yang kemudian diikuti oleh pemberian pakan secara adlibitum dan berhenti bekerja.penelitian ini terdiri dari dua periode.Pada periode pertama, 1,5 ekor Domba Merino kastrasi umur 4-5 bulan dibagi menjadi tiga perlakuan ,yaitu pembatasan pakan dan exercise selama 2,50 jam (perlakuan I), pembatasan pakan tanpa Exercise (perlakuan II), serta pemberian pakan secara ad libitum tanpa Exercise (perlakuan III), yang masing-masing perlakuan diulang lima kali. Pada periode kedua ,semua domba diberi pakan ad libitum tanpa exercise. Hasil penelitian menunjukankan bahwa pada akhir penelitian periode pertama ,domba dalam perlakuan satu I dan perlakuan II mengalami penurunan bobot badan sebesar 28 dan 27 persen dari bobot badan awal. Selama periode kedua, domba dalam perlakuan I dan perlakuan II tumbuh lebih cepat dari pada domba perlakuan III. Pada akhir periode pertama, domba dalam perlakuan I kehilangan lemak lebih banyak dari pada perlakuan II.Selama periode ke dua ,penimbunan protein pada perlakuan I dan II lebih cepat dibanding perlakuan III. Domba pada perlakuan III mengalami penimbunan lemak lebih banyak dari pada perlakuan I dan II. Domba pada perlakuan I dan II selama periode ke dua mempunyai kemampuan makan lebih tinggi per kilogram bobot badan metabolis dibanding domba pada perlakuan III. (Animal Production 2(1): 18-24 (2000)Kata kunci: pembatasan pakan , komposisi tubuh , kemampuan makan, pertumbuhan.
Resumo:
Abstract. The objective of this research was to evaluate the hydrolyzed chicken feather based on pepsin digestibility and nutrient content, after physico-chemical and biological process. It was carried out by experimental methods at feed and nutrition laboratory. The treatments were hydrolyzed feather meals immersed in 0.5% NaOH and Na2S solution for 0, 2, 4, 6 and 8 hours, each treatment was repeated three times. The results showed that chemical treatment (NaOH-Na2S) in various time of incubation at 60oC followed by fermentation using Bacillus sp. MTS at 37oC for four days decreased the protein of hydrolyzed feather (78.88 to 73.06%), but increased the keratin fiber (1.9 to 3.26%). Pepsin digestibility informed that the increasing incubation time from 0, 2, 4, 6 to 8 hours resulted in higher solubility than that of control (30.2% at 8 hours vs 15.4% at 0 hours). Processing chicken feather by  0.5% NaOH and Na2S solution at 60oC for 6 hours followed by fermentation increased the value of pepsin digestibility.  Key words: hydrolyzed, Bacillus sp. MTS, feather, solubility Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas nutrien tepung bulu ayam hasil proses hidrolisis secara fisiko-kimia dan biologis menggunakan Bacillus sp. MTS. Metode eksperimental digunakan dalam penelitian yang menggunakan dua tahap proses hidrolisis yaitu tahap 1: setelah perebusan bulu dalam larutan NaOH maka bulu direndam dalam larutan 0.5% NaOH dan Na2S pada 600C dan tahap 2: fermentasi bulu selama empat hari pada suhu 370C. Perlakuan berupa waktu inkubasi yaitu 0, 2, 4, 6 dan 8 jam diterapkan pada tahap kedua dengan ulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan fisiko-kimia yang dilanjutkan fermentasi menggunakan bakteri spesifik penghasil enzim-enzim pendegradasi keratin bulu menurunkan kadar protein tepung bulu  (78,88% menjadi 73,06%) dan meningkatkan kadar serat tepung bulu (1,9 menjadi 3,26%). Uji kelarutan protein tepung bulu dalam pepsin menginfromasikan bahwa proses tahap 1 menghasilkan nilai kelarutan protein tepung bulu yang meningkat dua kali dibanding kontrol (30,2% pada 8 jam vs 15,4% pada 0 jam inkubasi) atau enam kali dibanding tepung bulu tanpa hidrolisis (5%). Pengolahan bulu ayam menggunakan cara pemanasan, perendaman dalam larutan NaOH dan Na2S selama 6 jam pada 600C serta fermentasi menghasilkan tepung bulu dengan daya larut dalam pepsin lebih baik dibanding tanpa pengolahan.  Kata kunci: hidrolisis, tepung-bulu, Bacillus sp. MTS, kelarutan
Resumo:
Abstract. The aims of this research were to describe the characteristics of Kaligesing goat farmers; to analyze the farmers’ perceptions on the role of extension workers as conduit of information, as mentors, organizers and dynamic factor, technicians and liaisons; to discover the relationship between the farmers’ characteristics with farmers’ perceptions; and to investigate the relationship between farmers’ perceptions to goat maintenance management. The respondents were goat farmers in Kaligesing, Purworejo, Central Java Province. Data were obtained from questionnaire survey method. Determining location, the research applied combination of stratified sampling method with purposive random sampling. Total respondents were 159 farmers with nine farmer groups as samples. Analysis was subject to Spearman Rank, resulting that age, education level and farming experience were not significant to the farmers’ perceptions to the role of extension workers, but the ownership of livestock had a very significant relationship with a correlation coefficient of 0.240, group classes had also very significant relationship with a correlation coefficient of 0.414, and frequency of meeting with extension workers have a significant relationships with a correlation coefficient of 0.202. Farmers’ perceptions to the role of extension workers had very significant relationships to the maintenance management with a correlation coefficient of 0.393. Key words : farmers’ characteristics, farmers’ perceptions, Kaligesing goat, role of extension workers Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik peternak, persepsi peternak terhadap peran penyuluh, hubungan antara karakteristik peternak dengan persepsi, dan hubungan antara persepsi peternak dengan manajemen pemeliharaan. Responden penelitian adalah peternak Kambing Kaligesing di Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dengan metode penelitian survei kuesioner. Penentuan lokasi penelitian dengan kombinasi cara stratified sampling dan purposive random sampling. Jumlah kelompok tani sebagai sampel penelitian sebanyak sembilan kelompok dan jumlah total responden sebanyak 159 peternak. Analisis Rank Spearman digunakan untuk analisis data.  Hasil analisis menunjukkan  bahwa umur, tingkat pendidikan dan lama beternak tidak secara nyata memiliki hubungan dengan persepsi peternak terhadap peran penyuluh, sedangkan kepemilikan ternak memiliki hubungan sangat nyata (P<0,01) dengan nilai koefisien korelasi 0,240. Kelas kelompok memiliki hubungan sangat nyata (P<0,01) dengan nilai koefisien korelasi 0,414 dan frekuensi bertemu penyuluh memiliki hubungan nyata (P<0,05) dengan nilai koefisien korelasi 0,202. Persepsi peternak terhadap peran penyuluh memiliki hubungan sangat nyata (P<0,01) terhadap manajemen pemeliharaan dengan nilai koefisien korelasi 0,393Kata kunci: karakteristik peternak, persepsi peternak, kambing Kaligesing, peran penyuluh
Resumo:
Abstract. In Congo, waterfowl genetic resources are constituted by native population of Muscovy ducks that play an important role in food security. The present study aimed to identify and to characterize strains bred in the back yard in the households in Brazzaville. A sample of 154 households drawn over seven districts of Brazzaville was enrolled in the survey. Adults ducks found in the households were identified, pictured by a key of determination and then compared by using the multi resolution analysis image method. The survey recorded 13 strains in which four were considered as newly since they have never been reported elsewhere. These strains received temporally the name of the districts where they have been identified for the first time Makelékélé 1 (0.34%, n=6), Makélékélé 2 (0.11%, n =2), Poto poto 1  (0.28%, n=5) and in Poto poto 2 (0.11%, n=2). Finally, the survey reported nine classical  strains such as  black plumage, duclair, white, tortora, sepia, chocolate, lavender, grey and canizie. The apparent wide variation in plumage colors is an indication that the duck populations have not been ‘purified’ through selective breeding. In the context of the valorization of poultry biodiversity, this work represents a step toward a better knowledge of the production abilities of local ducks breeds in Congo. Key words: Muscovy ducks, color feather, strains, Congo. Abstrak. Sumber daya genetik unggas air di Kongo mencakup populasi itik lokal yang memegang peranan penting dalam ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menggolongkan jenis itik yang dipelihara di pekarangan rumah di Brazzaville. Sampel penelitian menggunakan 154 responden rumah tangga yang tersebar di 7 wilayah Brazzaville. Itik dewasa diidentifikasi dari pekarangan, dan dibandingkan dengan metode Analisis Multi Resolusi. Survey mencatat 13 jenis peranakan, 4 diantaranya dianggap baru karena belum pernah dilaporkan di studi manapun. Jenis ini sementara dinamai sesuai distrik tempatnya pertama ditemukan, yaitu Makelékélé 1 (0,34%, n=6), Makélékélé 2 (0,11%, n =2), Poto poto 1 (0,28%, n=5) dan di Poto poto 2 (0,11%, n=2). Berdasarkan survei didapatkan sembilan jenis klasik yaitu bulu hitam, duclair, putih, tortora, sepia, coklat, lavender, abu-abu dan canizie. Banyaknya ragam warna bulu adalah indikasi bahwa populasi itik belum “dimurnikan†melalui seleksi. Dalam konteks penetapan nilai keanekaragaman hayati unggas, penelitian ini mewakili sebuah langkah menuju pengetahuan yang mendalam akan kemampuan produksi itik yang berkembang di Kongo. Kata kunci: itik Muscovy, warna bulu, strain, Kongo
Resumo:
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh suplementasi ransum dasar (BD, ransum kontrol yang disusun menurut NRC, 1988) dengan asam amino esensial lysine, methionin, threonine (SD1 dan SD2, ransum perlakuan) terhadap konsumsi ransum dan kinerja pada ternak babi. Bahan utama ketiga ransum terdiri dari tepung barley, gandum, dan kedele. Masing-masing ransum mengandung kadar protein kasar (18% untuk grower dan 16,5% untuk finisher) dan enerji (14,2 MJ/kg). Ransum diberikan dengan cara dipecah (splitted) menurut periode pertumbuhan (grower dan finisher) dan jenis kelamin (jantan dan betina ). Ransum kg BB dan SDI dipecah menjadi 2 fase pemberian (grower: 20 - 60 kg berat badan (BB), dan finisher: 60 - 105 kg BB), ransum SD2 dipecah menjadi 4 fase pemberian (grower I: 20 - 40 kg, grower II:  40 - 60 kg, finisher I : 60 - 80 kg, dan finisher II: 80 - 105 kg BB).Babi dengan berat awal 20 kg sebanyak 72 ekor (36 jantan dan 36 betina) dikandangkan dengan kondisi lingkungan yang serupa (200C) selama penelitian. Suplementasi ransum dasar dengan asam amino esensial tidak mempengaruhi konsumsi ransum harian (2,49, 2,43, dan 2,36 kg masing-masing untuk BD, SD1 dan SD2, P>0,05). Babi pada masa pertumbuhan finisher mengonsumsi ransum harian terbanyak (2,77 - 2,83 kg) dibanding masa pertumbuhan lainnya (P<0,01). Babi jantan cenderung mengonsumsi  ransum harian lebih banyak (P<0,11) dibanding babi betina (2,49 kg vs. 2,36 kg). Babi yang diberi ransum yang diperkaya dengan asam amino tumbuh lebih cepat (0,93 dan 0,96 kg/hari untuk SD1 dan SD2) dibanding babi yang diberi ransum kontrol (0,82 kg/hari), P<0,01. Pertumbuhan tercepat terjadi pada masa awal finisher (60 - 80 kg BB), yaitu 1,07 kg/hari, sedangkan kecepatan pertumbuhan pada masa pertumbuhan yang lain sebanding(0,85; 0,86; dan 0,83 kg/hari). Babi yang diberi ransum yang diperkaya dengan asam amino esensial dapat menggunakan ransum dengan lebih efisien (2,68 dan 2,58 kg ransum/kg PBB untuk SD1 dan SD2) dibanding babi yang diberi ransum kontrol (3,03 kg ransum/kg PBB), P<0.01. Diantara masa pertumbuhan, awal masa pertumbuhan grower (20-40kg BB) mempunyai efisiensi penggunaan ransum tertinggi(2,16 kg ransum/kg PBB) dan akhir masa pertumbuhan finisher (80-105 kg BB) mempunyai nilai efisiensi terendah(3,55 kg ransum/kg PBB),P<0.01. Babi jantan cenderung lebih efisien dalam menggunakan ransum dibanding babi betina (2,66 vs 2,87 kg ransum/kg PBB), P<0,09. (Animal Production 4(1): 1-10 (2002) Kata kunci: Ransum, suplementasi,asam amino, babi, konsumsi, kinerja
Resumo:
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi factor pendukung usaha oleh peternak sapi perah pada tiga tipe rumah tangga petani-peternak, yakni petani-peternak yang memiliki skala usaha sapi perah yang kecil, yang lebih besar, dan yang tidak memiliki sapi perah. Pengumpulan data menggunakan metode survey pada delapan desa terpilih, kemudian 80 responden dipilih secara acak sebagai sample yang berasal dari kedelapan desa tersebut. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analitis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai paddy-land ratio lebih tinggi pada petani-peternak sapi perah. Meskipun jumlah pemilikan lahan sama, namun petani yang tidak memiliki sapi perah memiliki lahan padi yang lebih luas. Peternak yang memiliki sapi perah lebih banyak, menggunakan tenaga kerja keluarga yang lebih banyak pula. (Animal Production 5(2): 57-62 (2003)Â Kata Kunci : Sapi Perah, Faktor Pendukung, Peternakan Rakyat, Banyumas
Resumo:
Abstract. This study aims to determine the effect of giving various types of feed additives to the chemical composition value of super chicken chicken (Gallus domestica). This research is an experimental research using 20 super chicken chickens that come from chicken growth research (growth study). The design used in this study was Completely Randomized Design (RAL), consisting of 4 treatments and 5 replications. The treatment given was (A0 = control (Vita chick 0.7 gram / liter; A1 = 20 ml / liter probio-FM; A2 = 0.08% MOS-oligosaccharide / kg of feed and A3 = herbal leuser KI 5 ml / liter). is a 90 day old super chicken breast Chicken Variable observed moisture content, protein content and fat content The data obtained were analyzed by using vocabulary and tested further by Duncan's Multiple Range Test The results showed that treatment (P> 0,05) to the value of water content and protein of super chicken fowl.Average value of water content at each treatment A0 (69,81%), A1 (70,74%), A2 (71,56%) and A3 (71,52%) while mean value of protein A0 (18,95%), A1 (19,61%), A2 (19,01%) and A3 (19,14%)) P <0,05) to the fat content of super chicken flesh, mean of fat content were A0 (2.02%), A1 (1.49%), A2 (1.37%) and A3 (2.0%).