531 resultados para bk: Bantu


Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

El presente Estudio de Caso tiene por objetivo determinar el alcance que tiene el Enfoque de Género de ACNUR, en la garantía de los derechos fundamentales de las mujeres y las niñas en el Campamento de Refugiados de Dadaab entre 1998 y 2010. La implementación del Enfoque resulta insuficiente en el proceso de defensa de los derechos de la población femenina, pues los problemas que enfrentan han aumentado a pesar de la ayuda humanitaria brindada por organizaciones internacionales. La iniciativa de ACNUR de mejorar las condiciones de las mujeres refugiadas, se materializa en el Enfoque de Género, no obstante los resultados de su aplicación no son los esperados. El carácter correlacional y analítico de la investigación responde al enfoque cualitativo utilizado, con el propósito de entender los retos que representa Dadaab en la aplicación de un proyecto internacional.

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Abstract. The aim of the study was to know the genetic characteristic and polymorphysm of Indonesian local ducks including Magelang, Tegal, Mojosari, Bali and Alabio duck based on Single Nucleotide Polymorphism (SNP) analysis in D-loop region mtDNA. The long term aim was to set the spesific genetic marker based on SNP D-loop region mtDNA which could differentiate local ducks in Indonesia. In the future, it could be used as selection tool for local duck conservation, and refinement strategy as well as the improvement of genetic quality by utilizing the available native duck germplasm. There were 20 ducks for each duck population and were taken 3 ml of its blood as sample. DNA Isolation Kit high pure PCR template preparation (Geneaid) was uded for Genome DNA isolation.  Amplification with PCR technique used primer DL-AnasPF (L56) as forward and DL-AnasPR (H773) as reverse. Next, PCR product or amplicon were sequenced. Sequence result were analyzed with SNP technique and observed the similarity and difference of its nucleotide sequence between individual and population. The result of the study showed that genome DNA from local duck in Indonesia was successfully isolated. DNA fragment of 718 bp was amplified with primer pair of DL-AnasPF and DL-AnasPR. Nucleotide sequence was 469 nt and analyzed with SNP technique. It was compared with standard nucleotide sequence of Anas platyrhynchos (HM010684.1) in Gen Bank. The result of nucleotide sequence similarity percentage was 99.68±0.56%. Single Nucleotide Polymorphism D-loop region mtDNA Indonesian local duck was 0.32±0.56%.  Some SNP was found in Magelang duck C (Klawu blorok), F (Cemani black),  G (Gambiran), H (Jarakan kalung), I (Jowo plain) and K (Plain white) also Tegal duck 8, 1, 2, 5, 2, 8 and 2 SNP respectively. It could be concluded that polymorphic genetic characteristic similarity were existed in Indonesia local duck populations which was shown by its big standard deviation SNP in D-loop region mtDNA. Magelang duck with different feather color relatively more polymorphic to another local duck in Indonesia. Single Nucleotide Polymorphism which was achieved could be used as genetic marker that differentiate genetic characteristic of Indonesian local ducks.Key words:  genetic characteristic, local duck, Single Nucleotide Polymorphism (SNP), D-loop mtDNAAbstrak.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik genetik dan polimorfisme itik lokal Indonesia yaitu itik Magelang, Tegal, Mojosari, Bali dan Alabio berdasarkan analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) daerah D-loop mtDNA. Tujuan jangka panjangnya adalah menetapkan marker atau penanda genetik berdasarkan SNP daerah D-loop mtDNA spesifik yang dapat membedakan itik-itik lokal yang ada di Indonesia. Selanjutnya digunakan sebagai  alat bantu seleksi untuk konservasi, pembibitan  dan pengembangbiakan itik lokal.  Populasi masing-masing jenis itik lokal yang digunakan sebanyak 20 ekor untuk diambil 3 ml sampel darahnya. Isolasi DNA genom menggunakan DNA Isolation Kithigh pure PCR template preparation (Geneaid). Amplifikasi dengan teknik PCR menggunakan pasangan primer DL-AnasPF (L56) sebagai forward dan DL-AnasPR (H773) sebagai reverse. Produk PCR atau amplikon yang diperoleh disekuensing. Hasil sekuensing dianalisis dengan teknik SNP dan diamati kesamaan dan perbedaan urutan nukleotida antar individu itik dan antar populasi.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa DNA genom dari itik lokal di Indonesia berhasil diisolasi. Amplifikasi dengan teknik PCR berhasil memperoleh fragmen berukuran 718 bp. Urutan nukleotida hasil sekuensing sebesar 469 nt dianalisis dengan teknik SNP dan dibandingkan dengan urutan nukleotida standar dari itik Anas platyrhynchos (HM010684.1) yang ada di Gen Bank, diperoleh persentase kesamaan urutan nukleotid sebesar 99,68±0,56%. Single Nucleotide Polymorphism daerah D-loop mtDNA pada itik lokal di Indonesia sebesar 0,32±0,56%. Sejumlah SNP ditemukan pada itik Magelang C (Klawu blorok), F (Hitam cemani),  G (Gambiran), H (Jarakan kalung), I (Jowo polos) dan K (Putih polos) serta itik Tegal  masing-masing 8, 1, 2, 5, 2, 8 serta 2 SNP. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat karakteristik genetik yang polimorfik pada populasi itik lokal di Indonesia, ditunjukkan dengan adanya simpang baku SNP pada daerah D-loop mtDNA yang relatif besar. Itik Magelang dengan warna bulu yang berbeda relatif lebih polimorfik dibandingkan dengan itik lokal lainnya di Indonesia.  Single Nucleotide Polymorphism yang diperoleh dapat digunakan sebagai penanda genetik yang dapat membedakan karakteristik genetik yang dimiliki oleh itik lokal di Indonesia.Kata kunci:  karakteristik genetik, itik lokal, Single NucleotidePolymorphism (SNP),  D-loop mtDNA

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Abstract. This study was aimed to determine and compare the dry matter yield and nutrient content of Indigofera and Leucaena grown in peatland. This experiment was conducted in peatland type soil (type sapric) in Pekanbaru city, DM yield and nutrient contents data were analyzed by 2x3 factorial design with 3 replication. Two treatments compared were Indigofera zollingeriana (Indigofera) and Leucaena leucocephala (Leucaena). Indigofera was proven significantly higher than Leucaena in all harvest regarding dry matter (DM) of leaf and stem of 29.9% and 25%, respectively, crude protein (CP) of 23.1% and 17.6%, respectively. While neutral detergent fibre (NDF) and acid detergent fibre (ADF) content of Indigofera leaf (35.9% and 25.1%, respectively) was significantly lower than those of Leucaena leaf (40.9% and 29.3%, respectively). It was concluded that the production and nutritive value of Indigofera zollingeriana was superior to Leucaena leucocephala in peatland (type sapric). Key words: Legume tree, Sapric, nutrient content, In vitro digestibiliy              Abstrak.  Penelitian ini bertujuan menentukan dan membandingkan bahan kering dan kandungan nutrisi Indigofera dan Leucaena yang tumbuh di lahan gambut. Percobaan ini dilakukan di lahan gambut di Pekanbaru menggunakan pola faktorial 2x3 dengan ulangan 3 kali. Dua perlakuan yang dibandingkan adalah Indigofera zollingeriana (Indigofera) dan Leucaena leucocephala (Leucaena). Indigofera terbukti secara nyata lebih tinggi daripada Leucana di semua periode panen, berkaitan dengan kandungan BK (bahan kering) daun dan batang berturut-turut 29,9% dan 25%, dan protein kasar (PK) 23,1% dan 17,6%. sedangkan neutral detergent fibre (NDF) dan acid detergent fibre (ADF) daun indigofera berturut-turut 35,9% dan 25,1%, lebih rendah secara nyata daripada daun Leucaena, yaitu 40,9% dan 29,3%. Disimpulkan bahwa produksi dan nilai nutrisi Indigofera zollingeriana lebih tinggi dari Leucaena leucocephala di lahan gambut (jenis saprik) Kata kunci: Pohon legume, Saprik, Kandungan Nutrisi, Kecernaan in vitro

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki faedah pemecahan batang alfalfa pada saat dipanen di daerah prairi terhadap lama pengeringan, sifat-sifat nutrisi pada saat disimpan dan nilai nutrisi pakan. Alfalfa pada awal pertumbuhan bunga dipanen  menggunakan salah satu dari dua mesin. : mesin convensional, (CONV) atau dengan mesin pemecah batang yang mempunyai empat tingkat pemecahan (LIGHT : ringan,LIGHT + : agak berat, SEVERE : berat dan SEVERE+ : sangat berat). Selama pengeringan, perlakuan  LIGHT + s.d. SEVERE+ mencapai kadar Bahan Kering (BK) 45 % dan 80% dalam waktu masing-masing hanya sekitar 2 jam dan 9-11 jam, dibanding CONV, yang mencapai kadar BK tersebut berturut-turut dlm waktu 6 dan 54 jam. Padet sapi pedaging mengonsumsi BK silase 13 % lebih banyak dan memperoleh pertambahan  bobot badan harian 22.7% lebih berat (P<0.05) jika batang alfalfa dipecah pada saat dipanen(SEVERE), dibanding tidak (CONV) , pada awal pertumbuhan selama 21 hari. Sapi perah Holstein betina awal laktasi yang diberi ransum yang mengandung silase dan hay dari alfalfa yang batangnya dipecah pada saat dipanen memproduksi susu dengan kandungan gizi yang sama disbanding batang. Namun demikian, kelompok sapi yang diberi ransum yang mengandung alfalfa yang terpecah batangnya memberikan bobot hidup yang lebih berat dan nilai kondisi tubuh yang lebih baik (P<0.05) pada saat akhir penelitian laktasi selama 14 minggu. (Animal Production 3(2): 83-90 (2001) Key Words : Alfalfa, maceration, wilting time, silage, hay, dairy, beef.

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

O presente artigo é um recorte dos resultados de uma pesquisa em Linguística Aplicada relacionada com o letramento dos alunos de um curso de licenciatura em Ensino de Línguas Bantu e Metodologias de Educação Bilingue em curso na Universidade Eduardo Mondlane (UEM), em Moçambique. O curso forma os formadores de professores primários para a área da Educação Bilingue em contextos rurais, nos Institutos de Formação de Professores Primários (IFPs). Os 31 alunos participantes da pesquisa, dos quais 6 do sexo feminino, eram falantes bilingues em uma língua moçambicana e em português, como língua segunda (L2) e, na sua maioria, provenientes de zonas rurais. O presente trabalho poderá contribuir para se iniciar, nas das instituições educacionais e na academia, uma reflexão sobre as políticas e estratégias para a formação de professores e de formadores que inclua novas abordagens sobre os letramento como práticas sociais abrangentes que tenham em conta a diversidade social, linguística e étnica.  

Relevância:

10.00% 10.00%

Publicador:

Resumo:

O presente artigo analisou o parâmetro Expressões Não-Manuais (ENM) em traduções de literaturas surdas infantis em escrita de sinais pelo sistema SignWriting, destacando a importância de seu uso também na forma escrita. Dentre os cinco parâmetros fonológicos encontrados na Língua Brasileira de Sinais (Libras), um traço diferenciador é a harmonia que o uso da ENM traz tanto para as traduções, como para qualquer texto. Com base na temática investigada, o uso das ENM se faz presente ora mais evidenciado, ora quase imperceptível, dependendo exclusivamente do tema a qual se pretende registrar e das escolhas do tradutor. Trata-se de uma língua escrita de modalidade visuoespacial, portanto, o uso de imagens ilustrativas nas obras analisadas, compõem o entendimento. Por meio de recortes, foi possível evidenciar as escolhas e percepções de tradutores distintos sem o intuito de oferecer outras opções de ENM no corpus da pesquisa, ficando a cargo do leitor essa subjetividade. Ao término da análise das amostras pôde-se perceber, dentre outras questões, que o uso das ENM não é sistematizado.