323 resultados para Kadaré, Ismail
Resumo:
Con el inicio del periodo Post-Guerra Fría el Sistema Internacional comienza a experimentar un incremento en el fortalecimiento de su componente social; la Sociedad de Estados alcanza un mayor nivel de homogenización, el estado, unidad predominante de esta, comienzan atravesar una serie de transformaciones que obedecerán a una serie de cambios y continuidades respecto al periodo anterior. Desde la perspectiva del Realismo Subalterno de las Relaciones Internacionales se destacan el proceso de construcción de estado e inserción al sistema como las variables que determinan el sentimiento de inseguridad experimentado por las elites estatales del Tercer Mundo; procesos que en el contexto de un nuevo y turbulento periodo en el sistema, tomara algunas características particulares que darán un sentido especifico al sentimiento de inseguridad y las acciones a través de las cuales las elites buscan disminuirlo. La dimensión externa del sentimiento de inseguridad, el nuevo papel que toma la resistencia popular como factor determinante del sentimiento de inseguridad y de la cooperación, así como del conflicto, entre los miembros de la Sociedad Internacional, la inserción como promotor de estrategias de construcción de Estado, son alguno de los temas puntuales, que desde la perspectiva subalterna, parecen salir a flote tras el análisis del sistema en lo que se ha considerado como el periodo Post-Guerra Fría. En este sentido Yemen, se muestra como un caso adecuado no solo para poner a prueba las postulados de la teoría subalterna, veinte años después de su obra más prominente (The third world security Predicament), escrita por M. Ayoob, sino como un caso pertinente que permite acercarse más a la comprensión del papel del Tercer Mundo al interior de la Sociedad Internacional de Estados.
Resumo:
2016
Resumo:
Como parte da disciplina Cartografia Escolar, do curso de Licenciatura em Geografia da Universidade Federal de São Carlos – UFSCar, Campus Sorocaba –SP, foi planejada uma prática cartográfica e geográfica. Objetivos da pesquisa são trabalho em conjunto com professor da UFSCar, estudantes do curso de Geografia e professora de Geografia da escola do Ensino Fundamental e desenvolver as práticas cartográficas com alunos do 6° ano de uma Escola Estadual da cidade de Votorantim, SP- Brasil. Metodologia: as atividades cartográficas compreendem: 1ª Observar e representar a sala de aula; 2ª Observar e construir uma representação da escola; 3ª Observar e interpretar fotografias e mapa do bairro. As atividades foram aplicadas pelos estudantes do curso de Geografia aos alunos do 6° ano dentro da disciplina de Geografia. Estas atividades abrangem: preparo das fichas e dos materiais; registro das dificuldades encontradas (tanto dos alunos universitários quanto dos alunos do Ensino Fundamental). Resultados: análises das representações elaboradas pelos alunos do Ensino Fundamental ao longo das atividades, verificando o ensino e aprendizagem das atividades cartográficas e geográficas e também as dificuldades conceituais, procedimentais e atitudinais dos sujeitos envolvidos.
Resumo:
Abstract. The experiment was conducted to determine the effect of complete diet silage on feed consumption, body weight gain, feed conversion, water consumption and mortality. The materials used were 75 Mojosari Alabio male ducks, commercial diet plus rice bran (16.50% CP, 2900 kkal GE/kg), silage with 30-60% water content. Data were subject to Completely Randomized Design with five treatments and three replications. The treatments were S0 (commercial feed), S1 (silage with 30% water content), S2 (silage with 40% water content), S3 (silage with 50% water content) and S4 (silage with 60% water content). Data were subject to analysis of variance followed by orthogonal contrast test. The result showed that silage with 50% water content has significantly increased body weight gain and decreased water consumption, but there were no  effect in feed conversion. Complete diet silage was safe for Mojosari Alabio male duck. Key words : complete ration silage , duck, performance Abstrak. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian silase ransum komplit terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan, konsumsi air dan persentase kematian. Bahan yang digunakan adalah 75 ekor itik Mojosari Alabio jantan, ransum komersial ditambah dedak padi (16,50% CP, 2900 kkal GE/kg), silase dengan kadar air 30-60%. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan S0 (pakan komersial), S1 (silase dengan kadar air 30%), S2 (silase dengan kadar air 40%), S3 (silase dengan kadar air 50%) dan S4 (silase dengan kadar air 60%). Data dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal. Hasilnya menunjukkan bahwa silase dengan kadar air 50% memiliki peningkatan berat badan dan penurunan konsumsi air yang signifikan, tetapi tidak mempengaruhi konversi pakan. Silase ransum komplit pakan aman untuk itik Mojosari Alabio jantan. Kata kunci : silase ransum komplit, itik, performans
Resumo:
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki faedah pemecahan batang alfalfa pada saat dipanen di daerah prairi terhadap lama pengeringan, sifat-sifat nutrisi pada saat disimpan dan nilai nutrisi pakan. Alfalfa pada awal pertumbuhan bunga dipanen menggunakan salah satu dari dua mesin. : mesin convensional, (CONV) atau dengan mesin pemecah batang yang mempunyai empat tingkat pemecahan (LIGHT : ringan,LIGHT + : agak berat, SEVERE : berat dan SEVERE+ : sangat berat). Selama pengeringan, perlakuan LIGHT + s.d. SEVERE+ mencapai kadar Bahan Kering (BK) 45 % dan 80% dalam waktu masing-masing hanya sekitar 2 jam dan 9-11 jam, dibanding CONV, yang mencapai kadar BK tersebut berturut-turut dlm waktu 6 dan 54 jam. Padet sapi pedaging mengonsumsi BK silase 13 % lebih banyak dan memperoleh pertambahan bobot badan harian 22.7% lebih berat (P<0.05) jika batang alfalfa dipecah pada saat dipanen(SEVERE), dibanding tidak (CONV) , pada awal pertumbuhan selama 21 hari. Sapi perah Holstein betina awal laktasi yang diberi ransum yang mengandung silase dan hay dari alfalfa yang batangnya dipecah pada saat dipanen memproduksi susu dengan kandungan gizi yang sama disbanding batang. Namun demikian, kelompok sapi yang diberi ransum yang mengandung alfalfa yang terpecah batangnya memberikan bobot hidup yang lebih berat dan nilai kondisi tubuh yang lebih baik (P<0.05) pada saat akhir penelitian laktasi selama 14 minggu. (Animal Production 3(2): 83-90 (2001) Key Words : Alfalfa, maceration, wilting time, silage, hay, dairy, beef.
Resumo:
Abstract. The objective of this research was to evaluate the hydrolyzed chicken feather based on pepsin digestibility and nutrient content, after physico-chemical and biological process. It was carried out by experimental methods at feed and nutrition laboratory. The treatments were hydrolyzed feather meals immersed in 0.5% NaOH and Na2S solution for 0, 2, 4, 6 and 8 hours, each treatment was repeated three times. The results showed that chemical treatment (NaOH-Na2S) in various time of incubation at 60oC followed by fermentation using Bacillus sp. MTS at 37oC for four days decreased the protein of hydrolyzed feather (78.88 to 73.06%), but increased the keratin fiber (1.9 to 3.26%). Pepsin digestibility informed that the increasing incubation time from 0, 2, 4, 6 to 8 hours resulted in higher solubility than that of control (30.2% at 8 hours vs 15.4% at 0 hours). Processing chicken feather by  0.5% NaOH and Na2S solution at 60oC for 6 hours followed by fermentation increased the value of pepsin digestibility.  Key words: hydrolyzed, Bacillus sp. MTS, feather, solubility Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas nutrien tepung bulu ayam hasil proses hidrolisis secara fisiko-kimia dan biologis menggunakan Bacillus sp. MTS. Metode eksperimental digunakan dalam penelitian yang menggunakan dua tahap proses hidrolisis yaitu tahap 1: setelah perebusan bulu dalam larutan NaOH maka bulu direndam dalam larutan 0.5% NaOH dan Na2S pada 600C dan tahap 2: fermentasi bulu selama empat hari pada suhu 370C. Perlakuan berupa waktu inkubasi yaitu 0, 2, 4, 6 dan 8 jam diterapkan pada tahap kedua dengan ulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan fisiko-kimia yang dilanjutkan fermentasi menggunakan bakteri spesifik penghasil enzim-enzim pendegradasi keratin bulu menurunkan kadar protein tepung bulu  (78,88% menjadi 73,06%) dan meningkatkan kadar serat tepung bulu (1,9 menjadi 3,26%). Uji kelarutan protein tepung bulu dalam pepsin menginfromasikan bahwa proses tahap 1 menghasilkan nilai kelarutan protein tepung bulu yang meningkat dua kali dibanding kontrol (30,2% pada 8 jam vs 15,4% pada 0 jam inkubasi) atau enam kali dibanding tepung bulu tanpa hidrolisis (5%). Pengolahan bulu ayam menggunakan cara pemanasan, perendaman dalam larutan NaOH dan Na2S selama 6 jam pada 600C serta fermentasi menghasilkan tepung bulu dengan daya larut dalam pepsin lebih baik dibanding tanpa pengolahan.  Kata kunci: hidrolisis, tepung-bulu, Bacillus sp. MTS, kelarutan
Resumo:
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh suplementasi ransum dasar (BD, ransum kontrol yang disusun menurut NRC, 1988) dengan asam amino esensial lysine, methionin, threonine (SD1 dan SD2, ransum perlakuan) terhadap konsumsi ransum dan kinerja pada ternak babi. Bahan utama ketiga ransum terdiri dari tepung barley, gandum, dan kedele. Masing-masing ransum mengandung kadar protein kasar (18% untuk grower dan 16,5% untuk finisher) dan enerji (14,2 MJ/kg). Ransum diberikan dengan cara dipecah (splitted) menurut periode pertumbuhan (grower dan finisher) dan jenis kelamin (jantan dan betina ). Ransum kg BB dan SDI dipecah menjadi 2 fase pemberian (grower: 20 - 60 kg berat badan (BB), dan finisher: 60 - 105 kg BB), ransum SD2 dipecah menjadi 4 fase pemberian (grower I: 20 - 40 kg, grower II:  40 - 60 kg, finisher I : 60 - 80 kg, dan finisher II: 80 - 105 kg BB).Babi dengan berat awal 20 kg sebanyak 72 ekor (36 jantan dan 36 betina) dikandangkan dengan kondisi lingkungan yang serupa (200C) selama penelitian. Suplementasi ransum dasar dengan asam amino esensial tidak mempengaruhi konsumsi ransum harian (2,49, 2,43, dan 2,36 kg masing-masing untuk BD, SD1 dan SD2, P>0,05). Babi pada masa pertumbuhan finisher mengonsumsi ransum harian terbanyak (2,77 - 2,83 kg) dibanding masa pertumbuhan lainnya (P<0,01). Babi jantan cenderung mengonsumsi  ransum harian lebih banyak (P<0,11) dibanding babi betina (2,49 kg vs. 2,36 kg). Babi yang diberi ransum yang diperkaya dengan asam amino tumbuh lebih cepat (0,93 dan 0,96 kg/hari untuk SD1 dan SD2) dibanding babi yang diberi ransum kontrol (0,82 kg/hari), P<0,01. Pertumbuhan tercepat terjadi pada masa awal finisher (60 - 80 kg BB), yaitu 1,07 kg/hari, sedangkan kecepatan pertumbuhan pada masa pertumbuhan yang lain sebanding(0,85; 0,86; dan 0,83 kg/hari). Babi yang diberi ransum yang diperkaya dengan asam amino esensial dapat menggunakan ransum dengan lebih efisien (2,68 dan 2,58 kg ransum/kg PBB untuk SD1 dan SD2) dibanding babi yang diberi ransum kontrol (3,03 kg ransum/kg PBB), P<0.01. Diantara masa pertumbuhan, awal masa pertumbuhan grower (20-40kg BB) mempunyai efisiensi penggunaan ransum tertinggi(2,16 kg ransum/kg PBB) dan akhir masa pertumbuhan finisher (80-105 kg BB) mempunyai nilai efisiensi terendah(3,55 kg ransum/kg PBB),P<0.01. Babi jantan cenderung lebih efisien dalam menggunakan ransum dibanding babi betina (2,66 vs 2,87 kg ransum/kg PBB), P<0,09. (Animal Production 4(1): 1-10 (2002) Kata kunci: Ransum, suplementasi,asam amino, babi, konsumsi, kinerja
Resumo:
Abstract. This study aims to determine the effect of giving various types of feed additives to the chemical composition value of super chicken chicken (Gallus domestica). This research is an experimental research using 20 super chicken chickens that come from chicken growth research (growth study). The design used in this study was Completely Randomized Design (RAL), consisting of 4 treatments and 5 replications. The treatment given was (A0 = control (Vita chick 0.7 gram / liter; A1 = 20 ml / liter probio-FM; A2 = 0.08% MOS-oligosaccharide / kg of feed and A3 = herbal leuser KI 5 ml / liter). is a 90 day old super chicken breast Chicken Variable observed moisture content, protein content and fat content The data obtained were analyzed by using vocabulary and tested further by Duncan's Multiple Range Test The results showed that treatment (P> 0,05) to the value of water content and protein of super chicken fowl.Average value of water content at each treatment A0 (69,81%), A1 (70,74%), A2 (71,56%) and A3 (71,52%) while mean value of protein A0 (18,95%), A1 (19,61%), A2 (19,01%) and A3 (19,14%)) P <0,05) to the fat content of super chicken flesh, mean of fat content were A0 (2.02%), A1 (1.49%), A2 (1.37%) and A3 (2.0%).