2 resultados para Dietary protein
em ANIMAL PRODUCTION JOURNAL
Resumo:
The objective of current study was to evaluate the impact dietary non-fibrous carbohydrate ( NFC) and ruminally degradable intake protein (DIP) concentration have on ruminal fermentation , nutrient digestion and performance of local sheep. The animal had a mean of  liveweight 19.80 ±1.55 kg. four diets ,arranged in a 2x2 factorial ,were formulated to contain either 40 or 50 % NFC and 50 or 60 % of dietary crude protein as DIP .dietary DM contained 25 % Indonesian field grass and 75 % concentrate. Solvent –extracted or formaldehyd  2 % -treated soybean meal were used to alter DIP and corn or soybean hulls to alter NFC level. Percentage of energy and NDF digestion was similar ( p<0,01) as DIP level decreased in the diets. The soybean hulls was fermentable and total VFA concentration in the rumen increased ( p<0.01), but N-NH3 concentration was decreased ( p<0.01) as DIP level decreased in the diets. Daily live weight gain ( 146.29±25.84 g) and body composition ( fat, water , protein and mineral) was similar ( p<0.05) among diets. The preponderance ruminal fermentation ,nutrient digestion and performance of local sheeps did not be improved by sincronization of energy and nitrogen release but may more likely be limited by either energy or nitrogen alone. (Animal Production 3(2): 53-61 (2001)Key Word : Carbohydrate, protein, rumen fermentation, nutrients digestion and performance
Resumo:
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh suplementasi ransum dasar (BD, ransum kontrol yang disusun menurut NRC, 1988) dengan asam amino esensial lysine, methionin, threonine (SD1 dan SD2, ransum perlakuan) terhadap konsumsi ransum dan kinerja pada ternak babi. Bahan utama ketiga ransum terdiri dari tepung barley, gandum, dan kedele. Masing-masing ransum mengandung kadar protein kasar (18% untuk grower dan 16,5% untuk finisher) dan enerji (14,2 MJ/kg). Ransum diberikan dengan cara dipecah (splitted) menurut periode pertumbuhan (grower dan finisher) dan jenis kelamin (jantan dan betina ). Ransum kg BB dan SDI dipecah menjadi 2 fase pemberian (grower: 20 - 60 kg berat badan (BB), dan finisher: 60 - 105 kg BB), ransum SD2 dipecah menjadi 4 fase pemberian (grower I: 20 - 40 kg, grower II:  40 - 60 kg, finisher I : 60 - 80 kg, dan finisher II: 80 - 105 kg BB).Babi dengan berat awal 20 kg sebanyak 72 ekor (36 jantan dan 36 betina) dikandangkan dengan kondisi lingkungan yang serupa (200C) selama penelitian. Suplementasi ransum dasar dengan asam amino esensial tidak mempengaruhi konsumsi ransum harian (2,49, 2,43, dan 2,36 kg masing-masing untuk BD, SD1 dan SD2, P>0,05). Babi pada masa pertumbuhan finisher mengonsumsi ransum harian terbanyak (2,77 - 2,83 kg) dibanding masa pertumbuhan lainnya (P<0,01). Babi jantan cenderung mengonsumsi  ransum harian lebih banyak (P<0,11) dibanding babi betina (2,49 kg vs. 2,36 kg). Babi yang diberi ransum yang diperkaya dengan asam amino tumbuh lebih cepat (0,93 dan 0,96 kg/hari untuk SD1 dan SD2) dibanding babi yang diberi ransum kontrol (0,82 kg/hari), P<0,01. Pertumbuhan tercepat terjadi pada masa awal finisher (60 - 80 kg BB), yaitu 1,07 kg/hari, sedangkan kecepatan pertumbuhan pada masa pertumbuhan yang lain sebanding(0,85; 0,86; dan 0,83 kg/hari). Babi yang diberi ransum yang diperkaya dengan asam amino esensial dapat menggunakan ransum dengan lebih efisien (2,68 dan 2,58 kg ransum/kg PBB untuk SD1 dan SD2) dibanding babi yang diberi ransum kontrol (3,03 kg ransum/kg PBB), P<0.01. Diantara masa pertumbuhan, awal masa pertumbuhan grower (20-40kg BB) mempunyai efisiensi penggunaan ransum tertinggi(2,16 kg ransum/kg PBB) dan akhir masa pertumbuhan finisher (80-105 kg BB) mempunyai nilai efisiensi terendah(3,55 kg ransum/kg PBB),P<0.01. Babi jantan cenderung lebih efisien dalam menggunakan ransum dibanding babi betina (2,66 vs 2,87 kg ransum/kg PBB), P<0,09. (Animal Production 4(1): 1-10 (2002) Kata kunci: Ransum, suplementasi,asam amino, babi, konsumsi, kinerja